Oleh: Wahid P.
Maraknya kasus pidana korupsi di Indonesia terus
mengalami peningkatan. Pembentukan lembaga super (KPK) dengan hak yang lebih
ekstra dan ancaman hukuman ternyata tidak dapat menghentikan laju dan
perkembangan korupsi itu sendiri. Hal
ini terbukti dengan meningkatnya jumlah kasus, kerugian negara dan jumlah
tersangka dalam kasus pidana korupsi itu sendiri.
Kondisi ini semakin terdengar ironis ketika kita mengingat bahwa konon
katanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, tetapi faktanya ternyata
menjadi gudang para koruptor. Dari survey yang dilakukan oleh transparency.org,
sebuah badan independen dari 146 negara, tercatat data 10 besar negara yang
dinyatakan sebagai negara terkorup Indonesia menempati posisi ke-lima negara
terkorup di dunia, dan yang lebih memprihatinkan lagi, di tingkat asia pasifik, negara kita adalah
negara terkorup pertama dari empat negara lainnya yaitu Kamboja, Vietnam,
Filipina, dan India.
Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan hadirnya
tindak korupsi yang merambah ke generasi muda yang tentunya menjadi aset
jayanya negeri ini. Contohnya saja kasus korupsi dengan tokoh Gayus Tambunan
dan skandal pembangunan wisma atlet di Palembang yang dilakukan oleh
Nasaruddin, yang juga menyeret beberapa nama politikus muda rekan separtainya.
Kasus semacam ini menguatkan persepsi bahwa politisi muda sangat rawan terhadap
serangan korupsi, yang berimbas pada
menurunnya kadar kepercayaan masyarakat terhadap politisi muda. Selain itu,
korupsi terjadi di berbagai bidang, bahkan Departemen Agama (DEPAG) yang
seharusnya menjadi departemen teladan ternyata menjadi tempat dimana korupsi
paling besar terjadi.
Terdapat empat pendekatan yang bisa dilakukan dalam menangani korupsi,
yakni pendekatan hukum, pendekatan bisnis, pendekatan ekonomi, dan pendekatan
kultural. Namun, dari keempat
aspek tersebut, pendekatan kultural merupakan hal yang paling penting.
Pendekatan yang paling baik adalah cultural approach atau pendekatan
kultural melalui sektor pendidikan. Kita harus mengedukasi generasi muda bangsa
ini tentang bagaimana membangun integritasnya sebagai pribadi dan sebagai
sebuah bangsa yang bermartabat.
Maka, perang melawan korupsi tidak hanya bisa
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata, tetapi juga lewat
dunia pendidikan. Berikut ini langkah prospektif yang bisa dilakukan untuk melenyapkan kasus korupsi di Indonesia:
1). Pemantapan kembali lembaga super KPK;
menyeleksi para staff KPK yang benar-benar handal, profesional dalam menangani
kasus korupsi serta dipercaya tidak mau menerima suap dari kelompok maupun
individu lain.
2). Pemantapan pendidikan berkarakter terutama di
sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi (PT) yang melibatkan peran kepala sekolah ,
guru, siswa dan stake holder sekolah
lainnya. Untuk Perguruan Tinggi melibatkan Rektor, Dosen, Mahasiswa/i, dan
seluruh warga PT.
3). Membuat mata pelajaran khusus terkait dengan
korupsi (dimasukkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)).
4). Memberi hukuman mati kepada para pelaku korupsi. Termasuk hukuman tembak (Membuat
kembali UU tentang hukuman tembak bagi para pelaku korupsi)
5). Jangan beri kesempatan kepada para koruptor
untuk hidup. Lakukan pemeriksaan secara tegas kepada pelaku korupsi, dan jika
ia terbukti bersalah jangan dimaafkan. Langsung beri hukuman sesuai UU yang
berlaku di Negara Indonesia. Say No To
Korupsi !
No comments:
Post a Comment