Karya Ardi
Sepiyanto (Anggota Bidang Kaderisasi UKM-U BIROHMAH Unila 2012/2013)
"Sungguh Allah lebih gembira menerima tobat hamba-Nya melebihi
kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya
yang telah hilang di tengah gurun pasir."---Rasulullah SAW***
Banyak yang mengartikan Tobat adalah sebuah tindakan dalam
menyesali kesalahan atau dosa dan kemudian berhenti melakukanya. Para ulama
menyatakan bahwa tobat dari perbuatan dosa merupakan suatu keharusan karena
sesungguhnya tiada manusia yang terlepas dari kesalahan, bahkan Rasulullah Saw.
pun senantiasa beristighfar dan bertaubat padahal beliau telah dijamin masuk
surga.
Allah swt. Berfirman, “ Dan
bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar
kalian beruntung.” (QS An-Nur:31)
Allah Swt. Juga berfirman,
“Dan hendaklah kalian meminta ampun kepada Tuhanmu dan hendaklah kalian
bertobat kepada-Nya.” (QS Hud:3)
Dituturkan dari Abu Hurairah r.a, berkata ,” saya mendengar Rasulullah Saw. Bersabda
‘Demi Allah, sungguh saya membaca istighfar dan bertaubat kepada-Nya lebih dari
tujuh puluh kali setiap harinya.’” (HR Al-Bukhari)
Dan demikianlah hujjah yang menggamarkan tentang perintah
Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman agar segera dan senantiasa bertobat
kepadaNya. Dan sunguh betapa indahnya tauladan dari Rasulullah Saw. yang
senantiasa meminta ampunan dan bertobat kepada Allah Swt. Seorang hamba Allah
yang menginginkan indahnya Jannah (surga) dan hidup dalam ketenangan, tentulah
wajib baginya untuk segera bertaubat selagi masih diberikanya kesempatan untuk
bertaubat.
Abu Hurairah r.a. berkata bahwasanya Rasulullah Saw.
bersabda, “ Barang siapa yang bertobat
sebelum matahari terbit dari sebelah barat, maka Allah menerima tobatnya.’
(HR Muslim)
Dituturkan dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin
Khaththab r.a. dari Nabi Saw. (bahwasanya) beliau bersabda “ Sungguh, Allah yang Mahamulia lagi Mahaagung akan menerima tobat
seseorang sebelum nyawanya sampai ditenggorokan (sebelum dia mengalami
sakaratul maut).” (HR At tarmidzi)
Dalam dua hadits diatas Rasullulah Saw. menjelaskan bahwa
Allah Mahamulia lagi Mahaagung senantiasa menerima tobat, disisi lain
rasulullah Saw. juga memperingatkan bahwa ada batasan tertentu dimana tobat
diterima dan tobat tidak diterima, yakni ketika matahari telah terbit dari
barat dan juga ketika manusia telah mengalami sakaratul maut. Dan telah kita
ketahui bahwa terbitnya matahari adalah suatu misteri dan kerahasiaan waktunya,
yang dapat terjadi kapanpun jika Allah telah menghendakinya. Begitu juga dengan
kematian, sesungguhnya kematian amatlah dekat, bahkan lebih dekat dari urat
leher kita sendiri. Kematian bukanlah kejadian yang terikat dengan tempat,
karena manusia dapat mati dimana saja. Kematian tak terikat dengan umur,
keadaan dan identitas, apabila telah datang waktunya maka seketika itu pula
kita akan dimatikan. Lalu, siapakah yang dapat menjamin beberapa saat yang akan
datang kita masih tetap hidup?
Bersegera untuk bertobat amatlah agung dan menenangkan.
Begitulah merugi, apabila harus menunggu waktu yang tepat untuk bertobat.
Satu-satunya waktu yang tepat hanyalah mensegerakanya. Menunggu waktu yang
tepat hanyalah sebuah alasan untuk mereka yang ragu bertobat, untuk mereka yang
masih ragu dengan kebesaran Allah Swt. Sedangkan bagi mereka yang takut akan
siksa neraka dan merindukan surga, akan segera beristighfar dan meminta ampunan
kepadaNya.
Dituturkan dari Abu Musa ‘Abdullah bin Qais Al-Asy’ari r.a
dari Nabi Saw. (Bahwasanya) beliau bersabda , “Sungguh, Allah Swt. senantiasa membentangkan tangan-NYA kala malam
untuk menerima tobat orang yang berbuat jahat dikala siang. Demikian halnya Dia
juga membentangkan tangan-NYA kala siang untuk menerima tobat bagi orang
berbuat jahat dikala malam. Yang demikian itu berlangsung terus hingga matahari
terbit dari barat (sampai hari kiamat).” (HR Muslim)
Hal yang demikian menjelaskan bahwasanya Allah Swt.
senantiasa menerima tobat setiap hambanya kapanpun hamba tersebut bertobat,
sampai batas waktu ditutupnya pintu tobat yakni hari kamat dan kematian. Maka
amatlah merugi bagi seseorang yang ingin bertobat masih saja menungu hari esok
datang dan menundanya hingga tiada disangka ajal telah menjemputnya dan dia
masih saja berkumbang dengan kemasiatan yang ia perbuat.
Para ulama menjelasakan beberapa syarat diterimanya tobat.
Apabila perbuatan dosa tersebut tidak ada kaitanya dengan sesama manusia,
maksudnya hanya dosa antara seseorang dengan Allah Swt., tobatnya harus memenuhi
tiga syarat. Yang pertama adalah menghentikan perbuatan dosa tersebut. Jika
seseorang terbiasa meninggalkan sholat wajibnya, maka syarat pertama ketika
bertobat ia harus berhenti meninggalkan sholat wajibnya tersebut. Yang kedua
adalah menyesali perbuatanya itu. Ketika ia bertobat, maka seseorang tersebut
harusnya menyadari bahwasanya perbuatan dosa yang pernah ia lakukan adalah
sebuah kesalahan dan haruslah senantiasa beristighfar dan memimnta ampunan
kepada Allah Swt, agar dosanya diampuni dan hidupnya menjadi tenang.
Syarat yang ketiga adalah berketetapan hati tidak akan
mengulangi perbuatan dosa itu selamanya. Dan ia akan senantiasa
bersunguh-sungguh menjauhi perbuatan dosa yang sama maupun yang semisalnya. Ada
pepatah mengatakan, merugilah mereka yang jatuh pada lubang yang sama. Yang
demikian sama halnya dengan orang yang bertobat dengan kesunguhan, ia akan
senantiasa beristiqomah dan tidak akan mengulanginya lagi. Apabila ketiga persyaratan ini tidak terpenuhi,
maka tobatnya tidak akan diterima.
Ketika seseorang yang melakukan perbuatan dosa yang
berkaitan dengan sesama manusia, tobatya harus memenuhi empat syarat. Yaitu
ketiga syarat tobat diatas harus dipenuhi, ditambah dengan satu lagi syarat
lagi, yakni adalah menyelesaikan urusan dengan yang bersangkutan. Jika ada
kaitanya dengan harta atau yang serupa, dia harus mengembalikanya. Jika itu ada
kaitanya dengan sumpah, tuduhan, atau yang serupa, dia harus meminta maaf. Dan
jika hal itu ada kaitanya dengan umpat-mengumpat, dia harus minta dihalalkan
pada orang yang telah diumpat.
Seseorang yang berbuat dosa harus segera bertobat. Apabila
dia bertobat hanya dari sebagian dosanya, yang akan diampuni juga halnya
sebagian dari dosanya. Sedangkan dosa yang lain masih tetap (tidak diampuni).
Sejatiya tobat itu dapat menenangkan, karena ia berhenti
dari perbuatan dosa dan mendekatkan diri pada Allah Swt. Apabila orang sudah
bertobat namun sering kali dibuat gundah oleh dosa-dosanya yang telah lalu
sehinga membuat ia malu dan tidak mau berkumpul dengan orang-orang shalih, bisa
jadi kegundahan dalam hatinya berasal dari hasutan Syaitan yang tidak ingin ia
keluar dari dosanya. Memanglah kita tidak bisa memperbaiki keadaan kita dimasa
lampau, tapi kita bisa merusak masa depan kita dengan terus merisaukan keadaan kita
dimasa lalu.
Dituturkan dari Abu Nujaid ‘Imron bin Al Hushain Al Khuza’I
r.a. bahwsanya ada seorang dari Juhainah datang kepada Rasulullah Saw. Dalam
keadaan hamil karena berzina dan berkata ,”Wahai Rasulullah, saya telah
elakukan kesalahan yang mebuat saya harus dijatuhi hukuman. Karena itu,
laksanakanlah hukuman itu terhadap diri saya.”
Kemudian Nabi saw. Memanggil walinya seraya bersabda, “ Perlakukanlah dengan baik perempuan ini.
Apabila sudahmelahirkan, bawalah dia kemari.” Pesan beliau dilaksanakan
oleh sang wali. (Maka), setelah perempuan itu melahirkan, ia pun dibawa ke
hadapan Rasulullah. Nabi Saw. Pun memerintahkan agar perempuan itu dijatuhi
hukuman. Setelah ia diikatkan, dia pun dijatuhi hukuman. Setelah dia mati,
rasulullah Saw. Menshalatkanya. ( Melihat hal itu), ‘Umar bertanya kepada
beliau, “ Wahai rasulullah, mengapa engkau menshalatkan perempuan itu. Bukankah
dia telah berzina?” Jawab beliau, “Perempuan
itu telah bertobat setulus hati. Andaikan tobatnya dibagikan kepada tujuh puluh
orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah engkau pernah mendapatkan
orang yang lebih utama daripada seseorang yang telah menyerahkan dirinya
setulus hati kepada Allah yang Mahamulia lagi Mahaagung?” (HR Muslim)
Hadits telah menjelaskan kepada kita betapa agungnya rahmat
Allah Swt. Sehinga dosa seseorang telah diampuni ketika dia berobat dan
menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketetapan Allah. dan sudah menjadi kewajiab
bagi muslim yang lainya untuk tidak mengungkit-ungkit dosa orang yang telah
bertobat. Yang demikan ini adalah hak seorang muslim kepada seorang muslim yang
lainya. Bahkan akhlak yang harus diteladani dari kisah Ka’b Bin Malik yang
dihajr (didiamkan) oleh penduduk madinah sebagai hukuman karena dia telah lalai
sehingga meningalkan perang tabuk, maka ketika dia bertobat dan telah
menunaikan hukuman atasnya, para Sahabat pun sangat berbahagia saat itu. Inilah
teladan untuk kita, ketika saudara kita bertobat harsulah kita berbahagia
atasny dan senantiasa meberikan dukungan kepadanya.
No comments:
Post a Comment