Menurut Profesor Sukirman selaku
ketua Yayasan Fortifikasi Nasional dan Guru Besar EMERTUS Institut Teknologi
Bandung (ITB) dalam dialognya pada radio RRI Pro 3 Jakarta, beliau meyampaikan
beberapa point terpenting dalam fortifikasi bahan makanan. Fortifikasi
merupakan suatu upaya untuk meningkatkan nilai tambah suatu bahan makanan untuk
memenuhi gizi seimbang. Fortifikasi awalnya dilakukan oleh hampir 137 Negara di
Dunia. Fortifikasi berkaitan dengan pemenuhan gizi seimbang di dalam masyarakat.
Selain itu, fortifikasi makanan muncul akibat kekurangan vitamin A yang terjadi
di beberpa daerah di Indonesia
yang diawali dengan adanya kasus kekurangan vitamin A yang menimbulkan penyakit
kebutaan pada tahun 1960. umumnya, kasus kekurangan vitamin A muncul pada
anak-anak dan ibu hamil/menyusu, karena hampir 15% kadar vitamin A pada
anak-anak sangatlah rendah. Rendahnya vitamin A tersebut akan menimbulkan
banyak penyakit seperti infeksi; diare, pernafasan akut, dan sebagainya.
Kondisi ini jika berlangsung lama dapat menyebabkan kematian. Untuk mencegah
ini semua sudah ada formulasi khusus yang ditawarkan oleh pemerintah yaitu
pemberian kapsul vitamin A yang dikonsumsi oleh masyarakat setiap 2 kali dalam
satu tahun, dan penggunaannya harus mengikuti ketentuan yang tertera karena
kapsul ini memiliki dosis yang tinggi. Jika penggunaan kapsul ini tidak sesuai
dosis yang dianjurkan, maka kemungkinan besar dapat menimbulkan keracunan. Dan
upaya ini tidak hanya sebatas pemberian kapsul vitamin A saja, namun pemerintah
juga terus meningkatkan upaya pemberian vitamin A yang difortifikasikan pada
beberapa produk makanan mulai dari tahun 1980 sampai dengan sekarang.
Di Benua Amerika, pemberian vitamin
A yaitu dengan menambahkan gula pada beberapa jenis makanan yang sering dan
umum dikonsumsi oleh masyarakatnya. Sedangkan di Indonesia tidak. Di Indonesia
fortifikasi dilakukan yaitu dengan menitipkan vitamin A pada beberapa bahan baku makanan seperti pada
tepung terigu, dan bahan makanan lain. Namun saat ini yang sedang digalakkan
oleh Yayasan Fortifikasi Nasional yaitu dengan menambahkan vitamin A pada
minyak goreng terutama pada minyak goreng kelapa sawit, sedangkan minyak goreng
kelapa dulu pernah difortifikasi dengan menggunakan vitamin A oleh Unilever
pada tahun 1980, dan saat ini menutup kemungkinan tidak difortifikasi dengan
vitamin A lagi pada minyak kelapa dengan alasan bahwa minyak kelapa sangat
mahal dibandingkan dengan minyak kelapa sawit. Alasan lain bahwa minyak kelapa
sekarang jarang beredar di perkotaan dan harganya relatif lebih mahal
dibandingkan minyak kelapa yang diproduksi di industri minyak kelapa di daerah
pedesaan. 70-80% masyarakat Indonesia
sudah memakai minyak sawit. Juga pada tahun 1960 fortifikasi vitamin A ini pernah
ditambahkan pada minyak merah (minyak yang berasal dari kelapa sawit mentah)
dengan alasan pada minyak ini banyak mengandung beta karoten, namun lama
kelamaan banyak kalangan yang tidak sepakat penambahan pada minyak merah ini
karena mereka memberikan alasan bahwa makanan yang digoreng dengan minyak ini
maka makanan akan menjadi berwarna merah dan adanya rasa pahit serta mengurangi
kelezatan makanan.
Umumnya fortifikasi vitamin A pada
minyak goreng pada masyarakat dalam bentuk minyak curah dan minyak bermerek
yang diedarkan oleh perusahaan minyak berskala besar. Untuk saat ini Yayasan
Fortifikasi Nasional dan rencananya mulai tahun 2012 akan dibentuk suatu
peraturan wajib tentang penambahan vitamin A pada makanan. sudah bekerjasama
dengan lebih dari 20 perusahaan-perusahaan minyak goreng berskala Nasional.
Selain itu, dari BPOM dan SNI saat ini fortifikasi sedang digalakkan (dalam
proses) ke Departemen Industrilisasi, akan memberikan kewajiban kepada setiap
produser perusahaan berskala industri. Tujuan ini jelas yaitu untuk memberikan suplai
vitamin A yang dititipkan pada minyak goreng, terutama minyak sawit. Sebenarnya
selain terdapat pada minyak goreng yang difortifikasi oleh vitamin A, juga
vitamin A ini banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran segar serta
pada beberapa jenis makanan hewani seperti; hati, daging, telur, dan
sebagainya. Namun, pengetahuan tentang gizi seimbang seperti mengonsumsi buah
masih jarang sekali dikonsumsi oleh orang-orang yang tinggal di desa (akibat
faktor ekonomi yang rendah).
Fortifikasi yang dilakukan
pemerintah umumnya ada dua jenis, yaitu fortifikasi sukarela yang dilakukan
oleh industri-industri seperti industri minyak goreng seperti di atas.
Sedangkan fortifikasi sukarela yang diwajibkan oleh pemerintah yang didasarkan
atas kebutuhan, misalnya kebutuhan untuk menghindari GAKI atau penyakit akibat
kekurang iodium, maka dilakukan iodisasi garam, kemudian bisa
penambahan/fortifikasi vitamin A tadi pada tepung terigu yang akan digunakan
dalam pembuatan makanan seperti roti, mie, dan lain-lain. Selain vitamin A,
fortifikasi pada produk makanan dapat berupa asam folat, vitamin B1, mineral
Zn, dan sebagainya, tapi umumnya fortifikasi lebih ditekankan pada Vitamin A.
Umumunya kegiatan fortifikasi
dilakukan di beberapa daerah di Indonesia
seperti yang berpusat pada tempat-tempat kesehatan yang dapat dijangkau oleh
masyarakat seperti posyandu dan puskesmas terutama untuk ibu hamil dan
anak-anak. Yang sedang berjalan saat ini menunjukan data dasar dengan
percobaan-percobaan yang dilakukan oleh pemerintah seperti pengukuran kadar
vitamin A pada darah anak-anak, kemudian dilihat perbedaan yang mengonsumsi dan
yang tidak, serta dicek berapa banyak kadar vitamin A pada darah setelah adanya
fortifikasi ini.
Lalu seberapa efektifkah
fortifikasi vitamin A yang ditambahkan pada minyak goreng? Keefektifitasannya
sangat terlihat. Terutama kegiatan fortifikasi ini juga pernah dilakukan oleh
137 negara Dunia dan menjadi pilihan yang istimewa, sedangkan di Indonesia juga
sedang digalakkan dan pernah dicoba di beberapa daerah di Indonesia yaitu di
Palembang (Sumsel) dan Makassar. Studi ini dilakukan pada sample anak-anak
maupun ibu hamil. Setelah pemberian
pada periode tertentu, kemudian dibandingkan antara sample yang diberikan fortifikasi
vitamin A ini dengan yang tidak diberikan fortifikasi vitamin A ini. Yang
diberikan perlakuan ternyata menunjukan peningkatan vitamin A pada darah,
sedangkan yang tidak diberikan perlakuan ternyata tidak ada peningkatan.
Sebagai contoh, kebutuhan vitamin A pada anak adalah 100%, namun kenyataannya
anak hanya mengonsumsi vitamin A sebanyak 40%. Ini artinya bahwa anak masih
membutuhkan 60% vitamin A dalam aktivitas hariannya. Kemudian untuk mencukupi
kekurangan 60% vitamin A tersebut, maka anak tersebut dapat mengonsumsi vitamin A untuk menutupi kekurangan tersebut.
Anda juga perlu mengetahui bahwa vitamin A mudah rusak jika terpapar oleh suhu
yang tinggi, penyimpanan yang lama, serta rusak akibat radiasi sinar matahari
yang terlalu lama. Vitamin A ini akan rusak jika dipanaskan 3-4 kali (berkurang
kadar vitamin A sekitar 50%), sedangkan jika lebih dari 5 kali pemanasan, maka
vitamin A benar-benar rusak. Termasuk pada kasus minuman yang disimpan pada
wadah yang terlalu lama, kemungkinan vitamin A dapat rusak lebih berat.
*Makanan yang mengandung gizi seimbang harus memenuhi empat kriteria
penting di antaranya makanan harus beranekaragam sesuai kebutuhan, menjaga
kebersihan makanan yang hendak dikonsumsi untuk menghindari beberapa penyakit
yang tidak diinginkan, mencegah kegemukkan/kelebihan gizi yang biasanya ini
dimonopoli oleh orang-orang konglomerat, serta menjaga berat badan agar tetap
ideal (dari SD sampai dewasa). Karena kegemukan dan berat badan yang tidak
ideal dapat memunculkan beberapa penyakit degeneratif seperti jantung, stroke,
kanker, diabetes, dan sebagainya. Untuk mencegah semua penyakit-penyakit di
atas sangatlah mudah yaitu dengan menempuh cara seperti aktif bergerak
(berolahraga) serta menjaga kebersihan makanan dan lingkungan sekitar.
Kelebihan dan kekurangan makanan tidak baik, jadi yang paling baik adalah menu
makanan yang mengandung gizi seimbang. (Doukumentasi oleh Wahid Priyono/MCU)
No comments:
Post a Comment