Aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat
Sunda di Kabupaten Lampung Selatan sampai saat ini masih tinggi, dengan
menyemburkan material vulkanik berupa lava pijar bebatuan dan abu dari gunung
api di dalam laut ini.
"Aktivitasnya masih sama tingginya dengan kemarin, dengan puluhan kali gempa tremor dan ketinggian semburan material vulkanik panas mencapai lebih dari 600 meter," kata Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau (GAK), Andi Suardi, di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Senin.
Ia mengingatkan, saat ini nelayan hendaknya tidak melaut di sekitar gunung itu karena aktivitasnya bisa saja meningkat sewaktu-waktu dari sebelumnya atau dengan radius aman antara tiga sampai empat kilometer.
"Aktivitasnya masih sama tingginya dengan kemarin, dengan puluhan kali gempa tremor dan ketinggian semburan material vulkanik panas mencapai lebih dari 600 meter," kata Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau (GAK), Andi Suardi, di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Senin.
Ia mengingatkan, saat ini nelayan hendaknya tidak melaut di sekitar gunung itu karena aktivitasnya bisa saja meningkat sewaktu-waktu dari sebelumnya atau dengan radius aman antara tiga sampai empat kilometer.
Kemudian, abu vulkanik yang menyembur mengarah ke selatan, sehingga warga yang berada di Kecamatan Rajabasa dan Kalianda justru tidak merasakan dampaknya, melainkan sejumlah penduduk yang berada di Pulau Legundi, Kecamatan Punduhpidada dan Kota Bandarlampung yang lokasinya jauh dari gunung ini.
Pihaknya tidak dapat memberikan kepastian jumlah kegempaan gunung itu, mengingat alat pendeteksi getaran gempa ("seismometer") saat ini rusak akibat tertimpa material vulkanik saat aktivitas gunung api tersebut meningkat, Minggu (2/9) kemarin.
Seismometer di badan gunung itu tidak dapat menghubungkan pada perekam kegempaan ("seismograf") yang berada di pos pemantau, serta panel surya juga tertimpa, sehingga juga tidak berfungsi lagi. "Jarak pusat semburan itu sekitar 250 meter dari badan puncak, sehingga saat menyembur langsung menimpa alat tersebut," kata Andi.
Saat ini, menurutnya, pihaknya tidak dapat memantau melalui alat tersebut melainkan hanya berkoordinasi dengan Pos Pemantau Pasauaran, di Cinangka, Banten, untuk menginformasikan aktivitas gunung itu, baik gempa tremor, embusan, ketinggian semburan, maupun gempa vulkanik dalam dan dangkal.
Sebenarnya, lanjut Andi, aktivitas gunung itu telah terjadi sejak sepekan lalu yang mulai dengan terbatuk-batuk, namun baru Minggu kemarin mengeluarkan semburan material vulkanik yang cukup besar hingga menyebar ke sejumlah daerah terutama Kota Bandarlampung.
Salah satu penduduk setempat, Umar, mengatakan, semburan abu vulkanik tidak dirasakan oleh penduduk setempat meskipun aktivitas gunung itu cukup mengejutkan warga. "Masyarakat masih beraktivitas seperti biasa, karena memang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut," kata Umar.
Hal serupa juga dikatakan oleh nelayan setempat, Abdul, yang mengaku tetap melaut meskipun aktivitas gunung itu meningkat selama beberapa hari ini. Namun karena tidak searah dengan angin yang membawa debu-debu tersebut, aktivitas nelayan tidak terganggu. "Nelayan sudah terbiasa dengan kondisi tersebut sejak bertahun-tahun lalu," ujarnya
Referensi tambahan dari berita:
Aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat
Sunda di Kabupaten Lampung Selatan sampai saat ini masih tinggi, dengan
menyemburkan material vulkanik berupa lava pijar bebatuan dan abu dari gunung
api di dalam laut ini.
"Aktivitasnya masih sama tingginya dengan kemarin, dengan puluhan kali gempa tremor dan ketinggian semburan material vulkanik panas mencapai lebih dari 600 meter," kata Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau (GAK), Andi Suardi, di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Senin.
Ia mengingatkan, saat ini nelayan hendaknya tidak melaut di sekitar gunung itu karena aktivitasnya bisa saja meningkat sewaktu-waktu dari sebelumnya atau dengan radius aman antara tiga sampai empat kilometer.
Kemudian, abu vulkanik yang menyembur mengarah ke selatan, sehingga warga yang berada di Kecamatan Rajabasa dan Kalianda justru tidak merasakan dampaknya, melainkan sejumlah penduduk yang berada di Pulau Legundi, Kecamatan Punduhpidada dan Kota Bandarlampung yang lokasinya jauh dari gunung ini.
Pihaknya tidak dapat memberikan kepastian jumlah kegempaan gunung itu, mengingat alat pendeteksi getaran gempa ("seismometer") saat ini rusak akibat tertimpa material vulkanik saat aktivitas gunung api tersebut meningkat, Minggu (2/9) kemarin.
Seismometer di badan gunung itu tidak dapat menghubungkan pada perekam kegempaan ("seismograf") yang berada di pos pemantau, serta panel surya juga tertimpa, sehingga juga tidak berfungsi lagi. "Jarak pusat semburan itu sekitar 250 meter dari badan puncak, sehingga saat menyembur langsung menimpa alat tersebut," kata Andi.
Saat ini, menurutnya, pihaknya tidak dapat memantau melalui alat tersebut melainkan hanya berkoordinasi dengan Pos Pemantau Pasauaran, di Cinangka, Banten, untuk menginformasikan aktivitas gunung itu, baik gempa tremor, embusan, ketinggian semburan, maupun gempa vulkanik dalam dan dangkal.
Sebenarnya, lanjut Andi, aktivitas gunung itu telah terjadi sejak sepekan lalu yang mulai dengan terbatuk-batuk, namun baru Minggu kemarin mengeluarkan semburan material vulkanik yang cukup besar hingga menyebar ke sejumlah daerah terutama Kota Bandarlampung.
Salah satu penduduk setempat, Umar, mengatakan, semburan abu vulkanik tidak dirasakan oleh penduduk setempat meskipun aktivitas gunung itu cukup mengejutkan warga. "Masyarakat masih beraktivitas seperti biasa, karena memang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut," kata Umar.
Hal serupa juga dikatakan oleh nelayan setempat, Abdul, yang mengaku tetap melaut meskipun aktivitas gunung itu meningkat selama beberapa hari ini. Namun karena tidak searah dengan angin yang membawa debu-debu tersebut, aktivitas nelayan tidak terganggu. "Nelayan sudah terbiasa dengan kondisi tersebut sejak bertahun-tahun lalu," ujarnya
Referensi tambahan dari berita:Liputan6."Aktivitasnya masih sama tingginya dengan kemarin, dengan puluhan kali gempa tremor dan ketinggian semburan material vulkanik panas mencapai lebih dari 600 meter," kata Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau (GAK), Andi Suardi, di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Senin.
Ia mengingatkan, saat ini nelayan hendaknya tidak melaut di sekitar gunung itu karena aktivitasnya bisa saja meningkat sewaktu-waktu dari sebelumnya atau dengan radius aman antara tiga sampai empat kilometer.
Kemudian, abu vulkanik yang menyembur mengarah ke selatan, sehingga warga yang berada di Kecamatan Rajabasa dan Kalianda justru tidak merasakan dampaknya, melainkan sejumlah penduduk yang berada di Pulau Legundi, Kecamatan Punduhpidada dan Kota Bandarlampung yang lokasinya jauh dari gunung ini.
Pihaknya tidak dapat memberikan kepastian jumlah kegempaan gunung itu, mengingat alat pendeteksi getaran gempa ("seismometer") saat ini rusak akibat tertimpa material vulkanik saat aktivitas gunung api tersebut meningkat, Minggu (2/9) kemarin.
Seismometer di badan gunung itu tidak dapat menghubungkan pada perekam kegempaan ("seismograf") yang berada di pos pemantau, serta panel surya juga tertimpa, sehingga juga tidak berfungsi lagi. "Jarak pusat semburan itu sekitar 250 meter dari badan puncak, sehingga saat menyembur langsung menimpa alat tersebut," kata Andi.
Saat ini, menurutnya, pihaknya tidak dapat memantau melalui alat tersebut melainkan hanya berkoordinasi dengan Pos Pemantau Pasauaran, di Cinangka, Banten, untuk menginformasikan aktivitas gunung itu, baik gempa tremor, embusan, ketinggian semburan, maupun gempa vulkanik dalam dan dangkal.
Sebenarnya, lanjut Andi, aktivitas gunung itu telah terjadi sejak sepekan lalu yang mulai dengan terbatuk-batuk, namun baru Minggu kemarin mengeluarkan semburan material vulkanik yang cukup besar hingga menyebar ke sejumlah daerah terutama Kota Bandarlampung.
Salah satu penduduk setempat, Umar, mengatakan, semburan abu vulkanik tidak dirasakan oleh penduduk setempat meskipun aktivitas gunung itu cukup mengejutkan warga. "Masyarakat masih beraktivitas seperti biasa, karena memang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut," kata Umar.
Hal serupa juga dikatakan oleh nelayan setempat, Abdul, yang mengaku tetap melaut meskipun aktivitas gunung itu meningkat selama beberapa hari ini. Namun karena tidak searah dengan angin yang membawa debu-debu tersebut, aktivitas nelayan tidak terganggu. "Nelayan sudah terbiasa dengan kondisi tersebut sejak bertahun-tahun lalu," ujarnya
No comments:
Post a Comment