Oleh: Tim Kreatif MCU Birohmah 2012/2013
“Sembahlaah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua
orang, Ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri” (Al-Qur’an: Annisa ayat 36). Cukuplah ayat tersebut
menjadi perwakilan dari sekian banyak ayat yang menyinggung tentang kewajiban
terhadap sesame manusia. Makna dekat dan jauh disini memiliki beberapa
pengertian, ada yang mengartikannya dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan
ada pula yang mengartikannya sebagai hubungan antara yang muslim dan yang bukan
muslim.
Memang tak dapat dipungkiri, kita
sebagai makhluk sosial akan senantiasa berinteraksi kepada siapapun yang ada di
sekitar kita. Sesuai dengan ayat tersebut di atas, kitapun diharuskan untuk
bergaul pada semua orang tanpa memperdulikan status sosial, bahkan agama
sekalipun.
Sebagai makhluk sosial yang tidak
terlepas dengan kata interaksi antar sesame, ada titik tekan yang perlu
diperhatikan. Perlu diingat bahwa manusia, dalam artian ini adalah masyarakat
muslim, yang memiliki prinsip-prinsip yang mesti dipegang kukuh dimanapun dan
kapanpun kita berada. Dalam bergaul, sudah semestinya kita tidak mengabaikan
identitas keislaman yang tertanam dalam diri kita. Sebab kita mempunyai pedoman
hidup berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dua kunci yang saling terkait
untuk memasuki pintu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seharusnya, sudah menjadi hal
yang wajib bahwa islam punya pengaruh luar biasa besarnya terhadap para
penganutnya, termasuk dengan lingkungan sekitar. Menjadi mahasiswa idealis,
tapi realistis. Untuk dapat mewujudkan ungkapan tersebut agar dapat menyatu
dalam diri kita, tentunya terlebih dahulu kita harus bangga terhadap identitas
kita sebagai mahasiswa muslim. Nah bagaimana caranya”salah satu caranya adalah
dengan mengetahui hakikat mencari ilmu dan pentingnya kita sebagai seorang
muslim untuk dapat mengoperasikan akal seoptimal mungkin. Bidang focus ilmu
apapun disertai dengan pemahaman agama yang benar akan membentuk muslim prestatif dan menjadi problem solver yang handal dalam
kehidupan.
Muslim prestatif dan problem solver,
mungkin ini bisa kita jadikan titik tekan yang dapat dibahas secara mendalam.
Muslim prestatif, hal ini menunjukan seorang muslim yang unggul dalam kiprahnya
di bidang akademik, sementara problem solver menunjukkan sisi sosial yang mesti
dimiliki guna menjawab tantangan-tantangan dalam kehidupan. Dua karakter yang
tercermin jelas pada Lelaki Pembawa Lentera Ilmu, Lelaki yang kata dan
perbuatan tak pernah bertentangan, yakni beliau Rasulullah SAW. Tentunya kita
tak melupakn sosok manusia unggul yang diutus Allah SWT untuk dijadikan sebagai
figure utama, contoh tauladan bagi seeluruh umat manusia. Menilik
keperibadiannya serta kesehariannya yang mampu mensinergiskan sisi prestatif,
sosial dan spiritual sehingga tak heran jika beliau menjadi sangat dikenal pada
orang-orang semasa itu sebagai pribadi yang istimewa. Bahkan, masyarakat
nonmuslim diberbagai belahan dunia pun mengakuinya. Pada masa itu, pribadi
muslim sudah tak diragukan lagi keunggulannya. Tak hanya itu, seperti kita
ketahui, dalam bukunya, Michael H.Hart telah mencantumkan Rasulullah SAW ke
dalam daftar seratus tokoh yang berpengaruhi di dunia, dan tanpa pikir panjang
menempatkan beliau dideretan nomor satu dari keseratus tokoh tersebut. Buku ini
sempat menjadi perdebatan dan merupakan buku controversial dalam perjalanan
sejarah yang pernah ada, padahal penulis bukanlah dari kalangan muslim dan
kenyataan sekarang islam bukanlah agama yang paling banyak di anut di Dunia
Internasional.
Maka, sudah selayaknya kita
berbangga hati terhadap prestasi yang pernah diukir peradaban islam yang lambat
laun mungkin dapat dikatakan “memudar’’. Sebab tak dapat dipungkiri bahwa
Rasulullah Muhammad SAW merupakan satu-satunya manusia dalam sejarah yang
berhasil meraih sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang
lingkup duniawi.
Lihatlah ! Kita mempunyai sosok
teladan yang begitu luar biasa. Kembali lagi ke titik awal, dari situlah
seharusnya kita menyadari, menjadi mahasiswa islam bukanlah suatu pilihan yang
buruk. Malah, sudah sepantasnya kita membangun kembali peradaban yang pernah
hilang dari kehidupan umat dimulai dari
lingkungan terkecil yaitu dari diri kita. Bagaimana kita mengelolah keseharian
kita sedemikian rupa dalam menjaga pola interaksi terhadap sesame tanpa mesti
kehilangan nilai keislaman kita dan menunjukan keunggulan dalam prestasi. Dan
kesemuanya itu dapat dicapai dengan langkah awal yaitu bangga terhadap diri
kita, lebih sempitnya…bangga menjadi mahasiswa muslim Universitas Lampung.
Setelah ada rasa bangga terhadap
identitas kita sebagai mahasiswa muslim, “tugas” selanjutnya adalah
mempertahankan istiqomah. Sikap istiqomah atau berpendirian teguh ini juga
merupakan suatu hal yang tak kalah pentingnya. Sebab, sikap istiqomahlah yang
dapat berperan sebagai “tali pengikat” kita untuk tidak”terkontaminasi”
terhadap pergaulan sekitar kita yang buruk.
Melihat kepada realita yang ada, tidak sedikit mahasiswa yang malah
kehilangan jati dirinya dalam bergaul dan minder terhadap identitas
keislamannya.
Jadi, harapannya, dimanapun kita
berada, dengan siapaun kita berteman, sejauh apapun kita melangkah masuk dalam
suatu kelompok sosial, kita tidak akan kehilangan nilai-nilai islam yang sudah
terpatri dalam hati kita, justru malah mensyiarkan nilai-nilai tersebut dan
membuktikan bahwa sistim ini adalah sistim islam terbaik, integralitas, yang
mencakup segala bidang kehidupan.
No comments:
Post a Comment